Indonesia Akan Miliki 2.000 Layar Bioskop Tahun 2018
JAKARTA - Bisnis bioskop di Indonesia sedang bergairah. Sejumlah pemain baru saat ini gencar melakukan ekspansi membangun bioskop baru. Tahun 2018 Indonesia akan memiliki lebih dari 2.000 layar bioskop, dua kali lipat dari jumlah layar saat ini.
”Melalui teknologi baru, usaha bioskop sedang bangkit. Semua operator melakukan penambahan layar, bukan hanya pengusaha bioskop besar, bioskop yang kecil juga ikut bergairah,” kata Ketua Umum Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) Djonny Syafruddin di Jakarta.
Bertambahnya jumlah layar bioskop ini adalah angin segar bagi industri film Indonesia. Blitzmegaplex dan Cinemaxx adalah operator bioskop yang paling agresif menambah jumlah layar belakangan ini.
”Dengan jumlah layar yang semakin banyak, kesempatan bagi film-film Indonesia berkualitas untuk diputar di bioskop semakin terbuka lebar,” ujar Djonny Syafruddin.
Blitz yang dimiliki raksasa bisnis hiburan CJ (Korea) berencana membangun sejumlah bioskop baru di delapan lokasi di Surabaya, Bandung, Tangerang, Karawang, Cirebon, Jakarta, dan Yogyakarta, dengan total investasi sebesar Rp240 miliar.
”Saat ini kami punya 93 layar di 12 lokasi. Sampai akhir tahun kami targetkan sudah punya 150 layar di 20 lokasi,” kata Direktur Public Relations dan Human Resources Blitzmegaplex Ferdiana Yulia Sunardi belum lama ini.
Investasi jumbo dilakukan oleh Cinemaxx (Lippo Group) yang menyiapkan dana Rp6 triliun untuk membangun 1.000 layar bioskop di 85 kota di Indonesia dalam lima tahun ke depan. CEO Cinemaxx Brian Riady kepada media menyatakan, perusahaannya bertekad menjadi jaringan bioskop terbesar dan paling disukai di Indonesia.
Saat ini jumlah layar bioskop terbanyak masih dipegang oleh jaringan Cinema XXI yang memiliki 850 layar di 33 kota di Indonesia. Cinema XXI juga terus melakukan penambahan layar sehingga akan menjadi 1.000 layar dalam dua tahun ke depan.
”Kami menyambut sangat baik kehadiran pemain-pemain baru dan berharap mereka membuka bioskop di daerah-daerah yang selama ini belum tersentuh bioskop,” kata Corporate Secretary Cinema XXI Catherine Keng.
Selain tiga operator besar tersebut, masih ada bioskop yang dikelola oleh Platinum, New Star, dan sejumlah bioskop independen yang memiliki sekitar 80 layar. Menurut Djonny Syafruddin, bioskop independen atau bioskop non-jaringan juga mengalami pertumbuhan yang signifikan. ”Beberapa kota yang dulunya tidak ada bioskop kini sudah mulai ada beberapa layar,” katanya.
Lebih lanjut dijelaskan, pertumbuhan bisnis bioskop sangat tergantung kepada tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan masyarakat, terutama kelas menengah, di suatu negara. Jika ekonomi membaik dan pendapatan masyarakat meningkat, industri bioskop dengan sendirinya akan meningkat pula.
”Menonton bioskop itu bagi kebanyakan orang bukan kebutuhan primer, mungkin kebutuhan sekunder atau bahkan tersier. Malaysia, misalnya, memiliki jumlah layar bioskop yang hampir sama dengan Indonesia yakni 920 layar. Artinya, orang akan pergi ke bioskop jika kebutuhan primer atau sekundernya sudah terpenuhi,” ujar Djonny.
No comments:
Post a Comment