Tuesday, June 2, 2015

"Saya satu-satunya yang hidup. Waktu mata saya masih sehat, tiap malam Jumat Kliwon saya ke sini sendirian mendoakan," ujarnya.

Bahkan Sudirman mengaku beberapa kali terngiang dalam mimpinya sesosok perempuan yang tidak lain salah satu korban pembantaian bernama Moetiah. Ia sangat mengenal Moetiah yang kala itu bekerja sebagai guru TK.

"Saya kenal sekali Moetiah, dia di angkatan muda di bagian wanitanya. Orangnya aktif dan pintar," tandas Sudirman.

Kini Sudirman tidak perlu sembunyi-sembunyi ke makam rekan-rekannya karena hari Senin (1/6) kemarin atau bertepatan dengan Hari Kelahiran Pancasila, dilakukan prosesi pemakaman yang layak oleh beberapa pihak yang peduli.

Pemakaman itu diprakarsai oleh pegiat HAM, pecinta sejarah, jurnalis, mahasiswa, tokoh lintas agama, warga, dan Pemerintah Daerah. Perhutani dalam hal ini sebagai pemilik lahan juga mengizinkannya.

Dalam pemakaman tersebut dipasang batu nisan diantara dua liang lahat dengan tulisan beberapa nama yang sudah teridetifikasi yaitu Moetiah, Soesatjo, Darsono, Sachroni, Joesoef, Soekandar, Doelkamdi, dan Soerono.

Beberapa keluarga korban juga turut hadir, mereka mengetahui lokasi pemakaman para korban baru-baru ini setelah mendengar informasi ada kuburan massal korban tragedi 1965 di sana.

No comments:

Post a Comment